Tampilkan postingan dengan label Movie. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Movie. Tampilkan semua postingan
 

Diantara drama Korea ataupun dorama yang aku tonton, dorama Jepang paling lengket di hati. Kenapa? Karena setelah menonton dorama Jepang aku susah banget buat move on, cerita dan tokohnya bikin gemes. Kocak, romantis, gak terlalu muluk, dan sedikit masuk akal, ciri khas dorama Jepang yang sukses bikin aku jadi pemalas buat ngapa-ngapain selain di depan laptop buat nonton. Niat awalnya sih mau meng-improve bahasa Jepang, lalu searching dorama Jepang terbaik, ketemulah yang judulnya Buzzer Beat. Sebenarnya aku udah pernah tau nih judul, cuma belum sempet ketonton aja karena covernya gak menarik (Tomohisa Yamashita sendiri lagi jongkok pegang  bola basket), tapi setelah liat review dari hasi seardan ternyata si Keiko Kitagawa main juga disana. Penasaran jadi searching di youtube trailer dorama ini, alhasil tambah gemes pengen cepet-cepet nonton, karena emang udah dari lama ngefans sama si Keiko ini, btw di sini Keiko mukanya masih keliatan polos banget.


Ternyata Buzzer Beat ini release di tanggal 13 Juli 2009 sampai 21 September 2009 total 11 episode (kalau sekilas 2009 itu berasa belum jauh banget, tapi setelah di piki-pikir lagi ternyata aku ketinggalan jaman  bangeetttt nonton nih dorama, 6 taun yang lalu bo!). Tayang di Fuji TV (Biasanya dorama yang tayang di Fuji TV memang yang kece dan oke punya). Ceritanya tentang kepercayaan mimpi, kekuatan kasih sayang, dan juga mengajarkan untuk tidak berputus asa. Berawal dari pemain basket yang bernama Naoki Kamiya (Tomohisa Yamashita-Yamapi) semenjak bergabung dengan tim professional, ia menjadi pressure dan tidak bisa bermain dengan maksimal, in fact ia memiliki potensi yang luar biasa. Di sisi lain, Riko Shirakawa (Keiko Kitagawa) seorang violinist yang baru lulus kuliah dan kesulitan untuk menjadi professional. Keduanya bertemu untuk pertama kali di dalam bus, pada saat Naoki meninggalkan handphone nya yang pada saat itu ia baru pulang pertandingan basket bersama Shuji Hatano (Mizobata Junpei), dan pada waktu itu Riko bersama sahabat sekaligus roommate nya yang bernama Mai Ebina (Shihori Kanjiya).



Takdir memang tidak terduga, setelah Riko menyimpan handphone nya Naoki, pelatih basketnya Naoki yang bernama Tomoya Kawasaki (Hideaki Ito -ganteng kaya bule campuran Jepang) menghubungi handphone Naoki untuk mengambilnya, dan itulah pertama kali Riko dan Tomoya bertemu, setelah itu takdir menguji ketiganya, lebih tepatnya ke-empatnya, karena Naoki punya pacar yang bernama Natsuki Nanami (Saki Aibu) yang telah berpacaran sejak masa kuliah. Dibilang seru, ya seru aja cinta segiempat, gak segiempat aja, banyak kisa cinta didalamnya, dari mulai Riko dan Tomoya, Riko dan Naoki, Naoki dan Natsuki, terus Natsuki dan Yoyogi (pemain basket yang baru bergabung dengan timnya Naoki), Mai dan Shuji, dan Toru Utsunomiya dengan Mai. Complicated sih, cuma ceritanya mengalir dengan baik, seperti air yang baru mengalir dari mata air pegunungan (dikira iklan air minum). Kalau di tonton sendiri gak berasa complicatednya, karena itu yang tadi aku bilang, mengalirnya halus, seberat apapun ujiannya, namun jika sudah takdir, takdir akan ada di pihaknya, tapi kita tidak pernah tau yang namanya takdir, maka dari itu kita harus berusaha, agar takdir bisa di pihak kita juga.
By the way membicarakan tentang takdir, tak disangka ternyata Riko dan Mai pindah apartment di deket rumahnya Naoki, dan di saat Riko main violin di lapangan basket yang ada di sebelah apartmentnya, Naoki lewat, kasih tepuk tangan deh, agak klise memang, tapi kenapa aku suka banget sama scene ini ya, dan untuk yang pertama kalilah mereka berbicara, ngobrol layaknya teman lama yang baru bertemu. Saat Riko mendengarkan Naoki bermain basket, Riko dengan jujur bilang bahwa ia akan menjadi fans pertamanya Naoki. Setelah itu mulailah perjalanan kisah mereka. Ada hal yang aku suka dari lapangan basket itu, ada billboard dengan tulisan “Love makes me strong". Di tempat itulah Riko dan Naoki sering bertemu, bercerita satu sama lain, hingga akhirnya mereka membicarakan tentang mimpi. Pada suatu hari Naoki bilang ke Riko, "shall we do our best to make our dreams come true? Maybe they're just dreams for right now, but we definitely make them come true someday. We can't give up until the very end." Aku menjadi teringat kembali akan mimpiku, memang apa yang ditulis di billboard itu benar, cinta membuat orang menjadi kuat, karena orang yang kita cintai itu, mimpi pun terasa menjadi kuat dan begitu juga dengan kita yang menjadi kuat untuk menggapai mimpi itu.

Untuk peran Naoki, memang Yamapi keren banget, keliatan kalau dia punya skill main basket, tapi somehow dia agak kaku dengan akting nya, walaupun begitu aku merasakan chemistry antara Yamapi dengan Keiko, mungkin karena Keiko cantik banget kali ya. Gara-gara drama ini, aku penasaran, Keiko beneran bisa main violin atau cuma akting, dari hasil kepo di blog pribadi Keiko, ternyata dia pernah cerita practice main violin buat doramanya ini. Wow, salut, kerena banget sih, kelihatan vibranya pas banget sama nadanya. Kalau boleh dibilang sih Keiko keliatan masih polos di sini :D  Baru ngeh ngeliat Hideaki Ito ternyata pernah main dorama di First Kiss sama Maoe Inoue, kalau dilihat lama-lama kaya Won Bin versi Jepang sih (pas rambutnya pendek). Kalau disuruh kasih bintang untuk dorama ini, 1-10 I will give 8.5. The last thing, butuh beberapa tahun, dan banyaknya cobaan sebelum mereka menyadari bahwa pertemuan mereka memberikan dampak yang sangat berarti, bahwa impian mereka hanya bisa terjadi ketika mereka besama-sama.


Continue Reading...
 
Pernah sempat terpikirkan olehku seberapa susah kah bermain jazz? Karena yang mereka mainkan adalah nada yang unik dan dapat mengetarkan suasana. Pasti yang ada di pikiran orang setelah mendengar kata "Jazz" adalah pemain saxophone atau piano. Namun, sempatkah terpikir bahwa seorang drum memainkan peranan penting juga disana? Berbicara tentang pemain drum, kali ini ada salah satu film yang menjadi favorit aku dan wajib di tonton bagi pecinta film di dunia terlebih lagi bagi pencinta jazz. Film inspiratif jazz musikal ini berjudul Whiplash.

Whiplash (2014) merupakan drama film Amerika yang ditulis oleh Damien Chazelle berdasarkan dari pengalamannya di Princeton High School. Film ini diperankan oleh Miles Teller sebagai Andrew (Pernah main di Divergent as Peter yang perannya nyebelin abis) dan J.K Simmons sebagai Fletcher. Film ini berkisah mengenai seorang murid Jazz (instrumen drum) yang sangat ambisius dan jenius bernama Andrew dan Fletcher seorang instruktur yang sangat strict juga kasar. Iseng cek IMDB, ternyata IMDB nya 8,6! Oke, you can imagine how good this film is.

Shaffer, merupakan sekolah musik terbaik di Amerika, dan Andrew  sangat bangga bisa masuk di sekolah tersebut. Lalu ia mulai mengasah keterampilannya demi di lirik oleh Fletcher, seorang instruktur yang sangat strict, kasar, bikin gemes, dan sangat sangat sangat perfeksionis. Saat bergabung sebagai pemain cadangan di band dengan kasta rendah, Andrew di hampiri oleh Fletcher, dan Fletcher meminta Andrew untuk ikut dengannya, bersama band kasta terbaik di sekolah itu (Fletcher instruktur band terbaik di sekolah tersebut)
Setelah bergabung dengan Fletcher, Andrew improving, permainan drumnya semakin baik, dan baik. Namun, dibawah bimbingan Fletcher ia semakin underpressure. Ia semakin eager akan posisinya untuk menjadi drummer utama. Lalu di saat band mereka akan tampil di kompetisi bergengsi, Andrew mendapatkan kesempatan untuk menjadi drummer utama untuk mengiringi lagu yang berjudul "Carnaval". Aku bisa bilang itu lagu jazz terbaik yang pernah ada. Carnaval, ketika aku mendengarnya, entah aku merasakan hal yang aneh, begitu juga lagu Whiplash yang ada di film ini, you even cannot describe how good that song is, I'm just speechless, that's too cool and too.... difficult to play!
Back to Andrew..... Sayangnya banyak rintangan yang harus Andrew lewati untuk ke kompetisi tersebut. Dari mulai ban bus yang ia tumpangi pecah, lalu kecelakaan di jalan, dan parahnya ia meninggalkan stick drumnya di tempat penyewaan mobil. Tapi Andrew tetap ingin menjadi drummer utama untuk bandnya di kompetisi tersebut, padahal sudah ada drummer cadangan yang siap menggantikan Andrew. Namun ia tidak ingin digantikan karena ia merasa bahwa ia menguasai lagu ini dan orang-orang harus lihat bahwa ia drummer terbaik. Akhirnya band mereka tampil sangat buruk. Pelajaran dalam hidup, tingkah Andrew ini mengingatkan aku pada sesuatu, disaat manusia berada di titik teratasnya, cobaan nafsu lah yang paling berat. Bukan cobaan dari orang sekitar, tapi cobaan yang ada dari dalam diri kita sendiri. Nafsu yang akan meliputi kita sehingga kita terlalu arogan untuk menjadi sempurna akibatnya hal negatif muncul karena sifat kita sendiri. Note: Jangan terlalu arogan ketika kita dipandang baik oleh orang, itu akan membawa malapetaka bagi kita sendiri.
Apa yang aku suka dari film ini? Banyak pelajaran hidup yang bisa aku ambil. Memang sih ini film gak ada komedi dan segala macem, jenis film pure drama, tapi dengan fokus utama musik jazz yang cool abis film ini berasa hidup di dunia sekitar kita. Terlebih lagi akting Teller keren banget di sini. Ada scene dimana pandangan aku akan Fletcher yang tadinya 'You need perfect? Don't be rude with kids' berubah menjadi 'wow, if I get this teacher then I should giving him thanks for become my instructure' karena percakapannya ia dan Andrew (setelah Fletcher di pecat karena masalah Andrew, Fletcher bekerja di bar, dan ia bertemu kembali dengan Andrew di bar tempat ia bekerja), ini yang mereka bicarakan.....
Fletcher : "Truth is, I don't think people understood what it was I was doing at shaffer. I wasn't there to conduct. Any fu**ing moron can wave his arms and keep people in tempo. I was there to push people beyond what's expected of them.I believe that is..... an absolute necessity. Otherwise, we're depriving the world of the next Louis Armstrong. The next Charlie Parker. I told you the story about how Charlie Parker became Charlie Parker, right?"    
Andrew : "Joe Jones threw a cymbal at his head."   
Fletcher : "Exactly. Parker's a young kid, pretty good on the sax. Gets up to play at cutting session, and he fu*ks it up. And Jones nearly decapitates him for it. And he's laughed off-stage. Cries himself to sleep that night, but the next morning, what does he do? He practices. And he practices and he practices with one goal in mind, never to be laughed at again.And a year later, he goes back to the Reno and he steps up on that stage, and he plays the best motherfu*king solo the world  has ever heard. So, imagine if Jones had just said: 'Well, that's okay, Charlie. That was all right. Good job.' And then Charlie thinks to himself, 'well, shit, i did do a pretty good job.' End of story. No bird. That, to me, is an absolute tragedy. But that's just what the world wants now. People wonder why jazz is dying.There are no two words in the English language more harmful than 'GOOD JOB'" 
Andrew : "But is there a line? You know, maybe you go too far and you discourage the next Charlie Parker from ever becoming Charlie Parker."  
Fletcher : "No, man, no. Because the next Charlie Parker would never be discouraged." 

Continue Reading...
 

Berbicara mengenai film, aku termasuk penyuka film bergenre comedy romance. Bisa dibilang, I'm crazy and fallin' in love with 'romance'. Comedy romance movie yang aku review ini berjudul "Love, Rosie", film British yang di rilis bulan Oktober 2014. Actually, film ini berasal dari novel Cecilia Ahern (penulis PS. I Love You), yang berjudul asli Where Rainbows End di tahun 2004, dan berjudul Rosie Dunne atau Love, Rosie di USA.



Film ini dibintangi oleh Lily Collins (Rosie Dunne), Sam Claflin (Alex stewart), Tamsin Egerton (Sally), Suki Waterhouse (Bethany Williams), Jaime Winstone (Ruby) dan Christian Cooke (Greg). Ceritanya mengenai persahabatan antara Rosie dan Alex yang sudah terjalin semenjak usia mereka 5 tahun. Suatu waktu disaat ulang tahun Rosie yang ke-18, ia dan Alex melakukan sesuatu yang tidak seharusnya seorang sahabat lakukan (share a kiss), Rosie mabuk berat, dan ia berharap kejadian malam itu tidak pernah terjadi.

Beberapa hari kemudian, Rosie & Alex pergi ke sebuah pesta, dimana Alex kencan dengan seseorang yang berasal dari sekolahnya yang bernama Bethany, dan Rosie bersama dengan Greg (hottest guy in that school I guess). Disaat Alex share his kiss with Bethany, Rosie pergi bersama Greg ke sebuah private room to having sex. What I found this story funny is Rosie 'unable to locate' the condom, which mean the condom stuck on her... *nging*. Gosh! Ini dia scene dimana aku sebagai wanita merasa... well, oke gak perlu di jelasin kali yaa.... Okelah, kalau di Inggris ya udah biasa sih ya melakukan hal itu, cuma ini awkward moment aja bisa nyangkut gitu loh. Si Lily Collins which is Rosie in this movie akhirnya pergi ke rumah sakit setelah menelepon Alex untuk meminta bantuan. Dan di rumah sakit Rosie ditanya masalahnya apa, ya mau gak mau dia bilang kalau dia cannot locate the *nging* on her *nging*. *please I don't want to mention that 'thing' again, and don't dare to imagine that 'thing' at home...*

Setelah itu masalah mulai muncul deh. Sebelumnya Rosie dan Alex kepingin banget pergi dari tempat tinggalnya mereka. Rosie pun apply di Boston University dengan jurusan Hotel Management, dan Alex di Harvard University. Disaat Rosie kegirangan keterima di Boston University, dia feeling unwell. Lalu pergi ke apotek untuk beli obat, di apotek ia malah disarankan untuk pregnancy test. Betul aja, hasilnya positif dan si Rosie hamil, tadinya sih si Rosie mau bilang Alex kalau dia keterima di Boston University. Tapi, saat berhadapan dengan Alex yang saat itu cerita bahwa ia diterima di Harvard University, Rosie hanya bisa bilang bahwa dia gak keterima. Rosie gak mau Alex tahu bahwa ia hamil. Akkhirnya Rosie dan Alex  berpisah, dan Rosie melahirkan anak bernama Katie (you can guess who's the father).



Aku gak mau panjang-panjang kasih bocoran. Apa yang membuat aku amazed sama film ini, yaitu perjuangan Rosie dan Alex. Mereka sama-sama suka, tapi mereka selalu dihadapkan oleh situasi yang tidak mendukung. Rosie pun tidak menyerah terhadap situasi tersebut. Alex yang tidak sedikitpun memandang rendah Rosie setelah mengetahui bahwa Rosie melahirkan anakny Greg, ia malah mengajak main Katie, menjadi sahabat baik Katie. Ada scene dimana Rosie menyadari bahwa ia sangat sangat sangat sayang dengan Alex. Sewaktu pernikahan Alex dengan Bethany, Rosie memberikan speech untuk Alex dan hadirin yang hadir.

"Choosing the person you want to share your life with is one of the most important decisions any of us makes. Ever. Because when it's wrong, it turns your life to grey. And sometimes, sometimes you don't even notice until you wake up one morning, and realize years have gone by. We both know about that one, Alex. Your friendship has brought glorious technicolor to my life. It's been there in the darkest of times, and I am the luckiest person alive for that gift. I hope I didn't take it for granted. I think maybe I did, because sometimes you don't see that the best thing that's ever happened to you is sitting there, right under your nose. But that's fine too. It really is. Because I've realized that no matter where you are, or what you're doing, or who you're with, I will always, honestly, trully, completely, love you."
- Love, Rosie.






Setelah di cek, ternyata rating IMDB film Love, Rosie yaitu 7.2, cukup baik untuk film bergenre romance. Director film ini yaitu Christian Ditter (setelah kepo ternyata orangnya ganteng :D). Overall, aku suka chemistry yang terjalin antara Llily Collins dan Sam Claflin, serasi banget, bikin iri. Namun, ada beberapa adegan yang terlihat dipaksakan dan terburu-buru, seperti Greg datang menghampiri Rosie yang ingin memulai semuanya dari awal, sehingga Rosie menerima Greg lagi. Lalu ada Bethany yang awalnya menghilang dari kehidupan Alex dan Rosie, tiba-tiba muncul, dan dengan mudahnya Alex melamarnya sehingga mereka menikah. Tapi, Alex dan Rosie saling menemukan satu sama lain seperti apa kata Cecilia Ahern, "sometimes fate just can't stop meddling..."

Continue Reading...
 
Pas banget di bulan Januari 2015, tanggal 11 film The Imitation Game sudah keluar di bioskop Indonesia (padahal mah aslinya di hollywood sudah keluar di bulan Desember, emang masuk Indonesianya telat).  Gak mau ketinggalan film yang diangkat kisah nyata, film ini menjadi list "wajib tonton" di agenda aku. Pemeran utamanya Benedict Cumberbatch sebagai Alan Turing, seorang ahli matematika sangat jenius juga arogan dan tidak di sukai banyak orang karena sikapnya. Tidak lengkap rasanya jika tidak ada wanita cantik di sebelah pemeran utama, Keira Knightley ikut berperan dalam fim ini sebagai Joan Clarke. Tidak ketinggalan ada Matthew Goode sebagai Hugh Alexander (harus diakui, peran Matthew di sini cool abis!).




Oke, actually, aku tahu film ini karena aku fans bangets (iya, tau kok pake 's') sama Benedict, dan usut diusut, ternyata ini film diangkat dari kisah nyata, tepatnya dari buku biografi yang berjudul 'Alan Turing: The Enigma' oleh Andrew Hodges. Film ini sendiri disutradarai oleh Morten Tyldum, dan screenplay oleh Graham Moore. Iseng sih lihat rating IMDBnya yang ternyata 8.2 dari 10. Oke! Ini film WAJIB, MESTI, KUDU, FARDU ditonton. 


Jadi, begini kisahnya. Di tahun 1939 pada saat perang dunia ke-II, Alan Turing yang merupakan seorang ahli matematika, melamar pekerjaan di Badan Intelejen MI6 Inggris dan ia di rekrut sebagai 'secret agent'. Tugasnya yaitu memecahkan kode 'Enigma' yang berisi pesan juga merupakan alat komunikasi Nazi saat itu. Kala itu belum ada satupun negara yang bisa memecahkan kode Enigma milik Hitler. Jika kode Enigma ini berhasil dipecahkan, maka Inggris dapat menghentikan serangan Nazi di berbagai tempat. Maka dari itu, Alan Turing membuat mesin, ia percaya dapat memecahkan kode Enigma melalui mesin yang ia buat. Kala itu Turing bergabung dengan tim Kriptografer (ahli pembaca sandi) Inggris. Tim ini pada awalnya tidak menerima kehadiran Turing karena sifatnya yang terlalu arogan dan sombong, tapi setelah lama, mereka pun percaya bahwa mesin yang Turing kerjakan akan dapat membawa perubahan bagi dunia, dan dapat menghentikan perang dunia II. 



Mesin yang Turing buat dinamai Christopher, Christopher merupakan teman masa remaja Turing. Ceritanya, di tahun 1927, Turing remaja (Alex Lawther), sering di bully oleh teman asrama di sekolahnya. Lalu ia berteman dengan Christopher Marcom (Jack Bannon), orang yang membantunya pada saat Turing di bully. Christopher sangat tertarik mengenai kode dan memecahkan sandi, lambat laun Turing akhirnya menyukai Christopher, dan perasaan itu semakin dalam sehingga menjadi cinta (iya, cinta, jadi sewaktu nonton jangan kaget kalau tahu Turing ini homo). Tapi (sorry, ehm spoiler sedikit) Christopher meninggal karena penyakit TBC. Oke, move on ke mesin yang Turing buat. Mesin yang Turing buat ini merupakan cikal bakal lahirnya komputer loh. Bahkan, Alan Turing memiliki sebutan "Father of Theoretical Computer Science and Artificial Intelligence".


Mesin yang dibuat oleh Alan Turing, dan menjadi cikal bakal lahirnya komputer.

Mesin yang dibuat oleh Alan Turing, dan menjadi cikal bakal lahirnya komputer.

Mesin asli yang ada di museum

Perkataan Christopher yang membuat Turing menyukainya. (inspired quote)

Alan Turing 23 June 1912 - 7 June 1954
One of his quote "We can only see a short distance ahead, but we can see plenty there that needs to be done"




Continue Reading...
 
Sedari kecil aku memang suka banget sama manga, tapi kalau sekarang sih udah jarang baca manga, lebih suka nonton anime nya atau nonton drama Jepang hehehe.... Jadi teringat manga, waktu itu sempet iseng search Japanese Movie yang diangkat dari manga. Sekalinya ketemu ada nama Takeru Sato muncul (Cowok Jepang yang udah bikin aku kesemsem sendiri kalau liat mukanya!). Ganteng sih gak... tapi... sangat kharismatik... lalu... bikin deg-deg-an... pandangan matanya itu loh.... trus cara dia bicara, ketawa.....ah... entahlah.... aku jadi kebawa suasana setiap kali membayangkan wajah Sato. Anyway, kali ini aku mau bahas tentang film Jepang The Liar and His Lover atau judul Jepangnya Kanojo wa Uso wo Aishisugiteru yang dibintangi oleh Takeru Sato.
Kanojo wa Uso o Aishisugiteru (rilis pada Desember 2013) merupakan film romantis yang menceritakan kisah cinta antara Aki (Takeru Sato) seorang pencipta lagu dan jenius dalam bidang musik yang merupakan bekas anggota band 'Crude Play' berusia 25 tahun dengan seorang siswi SMA berusia 16 tahun Riko (Sakurako Ohara). Dengan setting yang dipenuhi nuansa musik, film Kanojo wa Uso o Aishisugiteru telah menghipnotisku dan membuat haru, dibumbui lagu-lagu ciptaan Aki yang juga mengkisahkan tentang jalan cerita didalamnya membuat penontonnya ikut merasakan apa yang dirasakan dalam cerita ini. Apalagi tokoh utamanya seringkali berbicara melalui musik, itu yang membuat chemistry diantara keduanya sangat indah (lebih indah karena Sato yang bintangi film ini :D).
Dimulai dari Aki berpacaran dengan Riko, pada awalnya Riko tidak tahu siapa Aki dan mulai menyukainya. Aki yang pada awalnya tidak ingin terbawa perasaan yang mendalam pada Riko memutuskan untuk membohongi Riko, mengatakan bahwa nama ia adalah Shinya. Namun, seiringnya waktu, Aki mulai menyukai Riko, dan pada suatu hari Riko mulai di lirik oleh produser Soichiro (produser Crude Play) karena suaranya yang merdu. Kanojo wa Uso o Aishisugiteru merupakan film drama berdasarkan manga yang berjudul "Kanojo wa Uso o Aishisugiteru" oleh Kotomi Aoki (published pertama kali pada bulan Mei, 2009 oleh Cheese! Magazine)
Over all, aku suka banget sama film ini, tapi ada beberapa yang sedikit mengganjal, kenapa tiba-tiba Aki bertanya "apakah kau percaya pada cinta pada pandangan pertama?" kepada Riko yang saat itu merupakan pertemuan pertama mereka which is Aki adalah orang asing bagi Riko. Dan Riko menanggapi hal itu dengan serius, langsung setuju untuk berpacaran dengan Aki. Oke, pas awal memang agak greget gimanaa gitu, soalnya mereka baru pertama ketemu tapi udah pacaran, tapi setelah di tonton lebih dalam ternyata antara Aki dan Riko ada chemistry yang bagus, sangat bagus dan indah malah, bikin aku merinding apalagi pas Riko nyanyi. Ada satu lagu yang bikin aku menyadari bahwa tokoh Riko ini memang pantas menjadi 'perempuannya' Aki, saat nyanyi lagu "Sotsugyo." Saat itu mereka duet dengan Aki yang memainkan gitar. Semakin sempurna film ini ditutup dengan lagu "Chippoke na Ai no Uta". Suara Sakurako Ohara yang jernih, sangat pas untuk memerankan tokoh Riko, ditambah Takeru Sato dengan gaya ala Rocker dan rambut gondrong, makin terlihat charming saat ia mulai meng-compose lagu, sangat cocok dengan karakter Aki. Aku akan memberikan nilai 9 dari 10 untuk film ini.



Continue Reading...
Previous PostPostingan Lama Beranda