I found this spooky but.... the story behind this very tragic. Berawal dari iseng buka-buka artikel, lalu aku menemukan artikel yang menceritakan sebuah foto dari satu group pendaki asal Russia yang diambil beberapa waktu sebelum orang-orang yang ada di foto tersebut tewas. Lalu aku pun penasaran membuka kisah dibalik cerita foto tersebut dan mencari tahu mengapa mereka semua tewas. Karena semua mayat yang ditemukan tidak berada di dalam tenda yang mereka bangun, kisah ini meninggalkan teka-teki yang sangat besar bagi dunia pada waktu itu. Awalnya aku agak ragu apakah aku akan menulis ini di blog aku pribadi, tapi aku ingin share dan membagikan kisah ini agar orang-orang yang membaca ini mengetahui peristiwa mengerikan yang terjadi 62 tahun yang lalu di Russia.

Insiden ini terkenal dengan nama Dyatlov Pass Incident. Terjadi di tanggal 2 Februari 1959 di kaki gunung sebelah timur dari pegunungan yang bernama Kholat Syakhl di Russia. By the way, nama "Kholat Syakhl" memiliki arti sebagai "Mountain of Death". Insiden ini diberi nama Dyatlov diambil dari seorang leader pendaki yang beranggotakan 9 orang termasuk Dyatlov sendiri yang tewas di tahun 1959.

Satu group ski dengan total 10 orang termasuk seorang leader yang bernama Igor Dyatlov dan dua wanita ini mendaki melewati bagian utara Ural. Mereka berangkat dari perkampungan di Vizhai pada 27 Januari, menuju Otorten, desa lain di pegunungan tersebut. Mostly group ini terdiri dari mahasiswa Ural State Technical University, dan mereka sudah berpengalaman untuk ski dan mendaki gunung. Jalur yang mereka lewati termasuk ke "level III", the most difficult, tapi itu sangat terkenal dan ada dalam peta.


Tenda terakhir yang dibangun oleh tim Dyatlov sebelum meninggal

Seorang anggota group, dan satu-satunya yang selamat yaitu Yuri Yudin, terpaksa kembali ke Vizhai di tanggal 28 karena sakit. sembilan lainnya melanjutkan perjalanan dan diperkirakan karena visibilitas yang terbatas, mereka terpaksa untuk membuat kamp bayangan dalam perjalanannya ke gunung di lereng gunung Ortoten pada tanggal 2 Februari. Pihak berwajib akhirnya menemukan jurnal dan kamera yang dapat membantu untuk mengetahui jarak waktu antara group tersebut meninggalkan Vizhai dan mendirikan tenda di sisi Kholat Syakhl.

Yuri Yudin, tengah, dipeluk oleh Lyudmila Dubinina saat ia bersiap untuk meninggalkan Yuri karena sakit

Sebenarnya peristiwa di tanggal 2 Februari tidak sepenuhnya jelas. Sayangnya, group itu tidak dianggap hilang hingga tanggal 12 Februari, karena Dyatlov sebelumnya mengatakan bahwa timnya direncanakan akan kembali pada tanggal 12 Februari, dan ia juga mengatakan bahwa timnya mungkin memakan waktu lebih lama dari yang direncanakan. Hingga keluarga dan kerabat melaporkan untuk melakukan penyelidikan pada tanggal 20 Februari. Pada akhirnya bekas tenda ditemukan pada tanggal 26 Februari, tenda dalam keadaan memprihatinkan, compang-camping dengan adanya bekas sobekan pada atap tenda, menjelaskan bahwa orang-orang didalamnya terpaksa merobek tenda untuk keluar, lalu banyaknya jejak kaki di hutan terdekat, tim juga menemukan bahwa peralatan group Dyatlov masih lengkap hingga semua pakaian masih ada di dalam tenda. Mereka juga menemukan sisa-sisa api di bawah pohon pinus. Tim penyidik mencatat bahwa jejak-jejak kaki tersebut mengisyaratkan bahwa mereka semua tergesa-gesa keluar dari tenda mereka dan berlari menuju salju sedalam lutut, sehingga beberapa jejak kaki yang ditemukan mengisyaratkan beberapa orang bertelanjang kaki atau tidak memakai apapun kecuali kaus kaki. Namun nasib berkata lain, yang ditemukan selanjutnya sangat mengejutkan, ditemukan dua mayat sedang meringkuk yaitu Yuri Krivonischenko dan Yuri Doroshenko.

Tim investigasi menemukan 3 mayat lagi diantara pohon dan perkemahan termasuk Dyatlov. Posisi mayat tersebut memperlihatkan bahwa mereka ingin kembali ke perkemahan, namun masing-masing meninggal sebelum mereka mencapai perkemahan. Salah satunya, Rustem Slobodin, tengkoraknya retak, meskipun dokter menyatakan itu non-fatal, dan investigasi kriminal ditutup setelah dokter memutuskan kelimanya meninggal karena hipotermia. Sisa empatnya tidak ditemukan, hingga dua bulan kemudian yaitu tanggal 4 Mei 1959, empat mayat ditemukan dibawah tumpukan salju sedalam 4 meter dekat dengan jurang dan agak jauh dari perkemahan melewati pohon pinus. Berbeda dari 5 mayat sebelumnya yang tidak memperlihatkan luka parah, kondisi empat mayat ini terlihat sangat mengerikan. Tiga mayat mengalami luka yang serius, Nicolas Thibeaux dan Brignollel tengkoraknya retak. Alexander Zolotariov dan Ludmila Dubinina ditemukan dengan lidah dan mata mereka hilang serta tulang rusuk mereka hancur. Tidak ada tanda ataupun bukti yang ditemukan di sekitar 4 mayat tersebut selain mereka sendiri, dan tidak ada tanda perlawanan fisik. Dari keadaan fisik mayat tersebut terlihat seperti mereka sehabis tabrakan hebat, tapi itu sangatlah tidak mungkin.

Keanehan lainnya, keluarga dan kerabat korban berkata bahwa pendaki ini tidak biasanya memiliki kulit yang berwarna orange. Sangat tidak biasa ditemukan juga besi tua di area ditemukannya mayat tersebut, dan ini kemungkinan sisa latihan militer. Terlihat adanya penampakan "bola" yang dilaporkan berada di daerah, seperti UFO, setelah di observasi oleh ahli meteorologi & pengamat militer. Selain itu, nomor 9 seperti memainkan peran - dari mitos rakyat Mansi mengklaim bahwa ada 9 orang yang meninggal di gunung. Sembilan orang tewas dalam kecalakaan pesawat tidak jauh dari tempat kemah tim Dyatlov di tahun 1991. Dan anehnya lagi, empat mayat yang ditemukan terakhir ini memakai pakaian/peralatan lebih lengkap daripada lima mayat yang ditemukan sebelumnya. Jadi tampaknya mereka telah mengambil pakaian dari teman mereka yang mungkin telah mati lebih dahulu dari mereka, dan kemudian melanjutkan perjalanan tanpa tujuan mereka. Zolotariov, misalnya, ditemukan mengenakan mantel dan topi Dubinina, sedangkan Dubinina sendiri kakinya dililit potongan celana wol dari yang dipakai temannya yang mayatnya ditemukan di pohon pinus. Untuk menambah misteri, pakaian-pakaian yang dikenakan oleh keempat orang ini mengandung radioaktif.

Pada akhirnya, tidak ada yang benar-benar tahu apa yang mendorong kesembilan pendaki ini keluar dari tenda mereka pada malam mematikan dingin di tahun 1959. Serangan asli Mansi dan militer yang tampak menutup-nutupi kasus ini, terlebih kurangnya jejak dan bukti yang kuat dari para pendaki ini. Apa yang membuat kesembilan pendaki ini ketakutan, padahal semuanya berpengalaman, dan apa yang menyebabkan luka sehingga menewaskan tiga dari empat orang yang ditemukan di jurang? Mengapa lidah satu wanita dipotong? Semuanya serba ganjil dan aneh, dokumen yang berkaitan dengan kasus itu disegel setelah kasus tersebut dinyatakan ditutup, dan tidak pernah dibuka sampai sekitar tahun 1900-an. Ivanov adalah orang yang pertama kali menemukan bahwa tubuh dan pakaian yang ditemukan semua radioaktif, dan mengatakan bahwa Geiger counter (detektor radiasi) yang dibawanya berbunyi menggila di lokasi sekitar perkemahan. Dia juga mengatakan bahwa para pejabat Soviet mengatakan kepadanya pada waktu itu untuk menutup kasus tersebut, meskipun ada laporan bahwa "bola" terbang terang telah dilaporkan di daerah tersebut pada bulan Februari dan Maret tahun 1959.

Skenario yang lebih sederhana dan mungkin terbaik adalah: Para pendaki terkubur di longsoran salju, dan dalam keadaan hipotermia delirium, bergegas pergi mencari bantuan. Longsoran salju yang sangat kuat, kemungkinan bisa mengakibatkan jenis trauma yang beberapa dari pendaki tersebut alami. Namun sangat disayangkan kasus ini begitu cepat ditutup dan tanpa ada kejelasan yang masuk akal. Yuri Yudin ingin tahu mengenai kejadian tersebtu, dia akan menjawab, "Jika aku punya kesempatan untuk bertanya kepada Tuhan, hanya satu pertanyaan, yaitu 'apa yang sebenarnya terjadi kepada teman saya malam itu?'" Sungguh sangat disayangkan mengingat betapa bahagianya tim Dyatlov ini di dalam foto sebelum insiden itu terjadi. Semoga kasus ini dapat dibuka dan di selidiki kembali sehingga menjawab pertanyaan masyarakat apa yang sebenarnya terjadi di hari itu?





Igor Dyatlov

Dyatlov Incident Memorial
Continue Reading...
 
Pernah sempat terpikirkan olehku seberapa susah kah bermain jazz? Karena yang mereka mainkan adalah nada yang unik dan dapat mengetarkan suasana. Pasti yang ada di pikiran orang setelah mendengar kata "Jazz" adalah pemain saxophone atau piano. Namun, sempatkah terpikir bahwa seorang drum memainkan peranan penting juga disana? Berbicara tentang pemain drum, kali ini ada salah satu film yang menjadi favorit aku dan wajib di tonton bagi pecinta film di dunia terlebih lagi bagi pencinta jazz. Film inspiratif jazz musikal ini berjudul Whiplash.

Whiplash (2014) merupakan drama film Amerika yang ditulis oleh Damien Chazelle berdasarkan dari pengalamannya di Princeton High School. Film ini diperankan oleh Miles Teller sebagai Andrew (Pernah main di Divergent as Peter yang perannya nyebelin abis) dan J.K Simmons sebagai Fletcher. Film ini berkisah mengenai seorang murid Jazz (instrumen drum) yang sangat ambisius dan jenius bernama Andrew dan Fletcher seorang instruktur yang sangat strict juga kasar. Iseng cek IMDB, ternyata IMDB nya 8,6! Oke, you can imagine how good this film is.

Shaffer, merupakan sekolah musik terbaik di Amerika, dan Andrew  sangat bangga bisa masuk di sekolah tersebut. Lalu ia mulai mengasah keterampilannya demi di lirik oleh Fletcher, seorang instruktur yang sangat strict, kasar, bikin gemes, dan sangat sangat sangat perfeksionis. Saat bergabung sebagai pemain cadangan di band dengan kasta rendah, Andrew di hampiri oleh Fletcher, dan Fletcher meminta Andrew untuk ikut dengannya, bersama band kasta terbaik di sekolah itu (Fletcher instruktur band terbaik di sekolah tersebut)
Setelah bergabung dengan Fletcher, Andrew improving, permainan drumnya semakin baik, dan baik. Namun, dibawah bimbingan Fletcher ia semakin underpressure. Ia semakin eager akan posisinya untuk menjadi drummer utama. Lalu di saat band mereka akan tampil di kompetisi bergengsi, Andrew mendapatkan kesempatan untuk menjadi drummer utama untuk mengiringi lagu yang berjudul "Carnaval". Aku bisa bilang itu lagu jazz terbaik yang pernah ada. Carnaval, ketika aku mendengarnya, entah aku merasakan hal yang aneh, begitu juga lagu Whiplash yang ada di film ini, you even cannot describe how good that song is, I'm just speechless, that's too cool and too.... difficult to play!
Back to Andrew..... Sayangnya banyak rintangan yang harus Andrew lewati untuk ke kompetisi tersebut. Dari mulai ban bus yang ia tumpangi pecah, lalu kecelakaan di jalan, dan parahnya ia meninggalkan stick drumnya di tempat penyewaan mobil. Tapi Andrew tetap ingin menjadi drummer utama untuk bandnya di kompetisi tersebut, padahal sudah ada drummer cadangan yang siap menggantikan Andrew. Namun ia tidak ingin digantikan karena ia merasa bahwa ia menguasai lagu ini dan orang-orang harus lihat bahwa ia drummer terbaik. Akhirnya band mereka tampil sangat buruk. Pelajaran dalam hidup, tingkah Andrew ini mengingatkan aku pada sesuatu, disaat manusia berada di titik teratasnya, cobaan nafsu lah yang paling berat. Bukan cobaan dari orang sekitar, tapi cobaan yang ada dari dalam diri kita sendiri. Nafsu yang akan meliputi kita sehingga kita terlalu arogan untuk menjadi sempurna akibatnya hal negatif muncul karena sifat kita sendiri. Note: Jangan terlalu arogan ketika kita dipandang baik oleh orang, itu akan membawa malapetaka bagi kita sendiri.
Apa yang aku suka dari film ini? Banyak pelajaran hidup yang bisa aku ambil. Memang sih ini film gak ada komedi dan segala macem, jenis film pure drama, tapi dengan fokus utama musik jazz yang cool abis film ini berasa hidup di dunia sekitar kita. Terlebih lagi akting Teller keren banget di sini. Ada scene dimana pandangan aku akan Fletcher yang tadinya 'You need perfect? Don't be rude with kids' berubah menjadi 'wow, if I get this teacher then I should giving him thanks for become my instructure' karena percakapannya ia dan Andrew (setelah Fletcher di pecat karena masalah Andrew, Fletcher bekerja di bar, dan ia bertemu kembali dengan Andrew di bar tempat ia bekerja), ini yang mereka bicarakan.....
Fletcher : "Truth is, I don't think people understood what it was I was doing at shaffer. I wasn't there to conduct. Any fu**ing moron can wave his arms and keep people in tempo. I was there to push people beyond what's expected of them.I believe that is..... an absolute necessity. Otherwise, we're depriving the world of the next Louis Armstrong. The next Charlie Parker. I told you the story about how Charlie Parker became Charlie Parker, right?"    
Andrew : "Joe Jones threw a cymbal at his head."   
Fletcher : "Exactly. Parker's a young kid, pretty good on the sax. Gets up to play at cutting session, and he fu*ks it up. And Jones nearly decapitates him for it. And he's laughed off-stage. Cries himself to sleep that night, but the next morning, what does he do? He practices. And he practices and he practices with one goal in mind, never to be laughed at again.And a year later, he goes back to the Reno and he steps up on that stage, and he plays the best motherfu*king solo the world  has ever heard. So, imagine if Jones had just said: 'Well, that's okay, Charlie. That was all right. Good job.' And then Charlie thinks to himself, 'well, shit, i did do a pretty good job.' End of story. No bird. That, to me, is an absolute tragedy. But that's just what the world wants now. People wonder why jazz is dying.There are no two words in the English language more harmful than 'GOOD JOB'" 
Andrew : "But is there a line? You know, maybe you go too far and you discourage the next Charlie Parker from ever becoming Charlie Parker."  
Fletcher : "No, man, no. Because the next Charlie Parker would never be discouraged." 

Continue Reading...